Pages

Jumat, Desember 05, 2008

Percikan Ilmu : Metode Disputatio

Sekali lagi gue bilang, sungguh beruntung gue bisa tinggal di Pesantren Luhur Malang ini. Pengasuhnya keren, kegiatannya juga berbobot. Yang wajib-wajib saja, seperti shalat berjama’ah Magrib dan Shubuh serta halaqoh setiap selesai shalat Shubuh. Kenapa dipilih wajib jama’ah pada dua waktu shalat tersebut? Maksud gue kenapa tidak kelima waktu diwajibkan jama’ah begitu? Itu juga ada sebabnya dan keutamaannya, yang sungguh besar kalau kita mengetahuinya. Pada post yang akan datang saja gue akan menceritakannya. Yang tak kalah menarik adalah kegiatan halaqohnya, akan banyak menghabiskan waktu kalau bercerita tentang halaqoh Pesantren Luhur sekaligus proses-prosesnya, baik pra sampai dengan saat dipresentasikannya sebuah judul halaqoh di depan Abah Mudhor dan para jama’ah. Sekalian saja gue bilang kalau gue ini lagi promosi, pokoknya yang domisili di Malang, khususnya para Mahasiswa bakalan rugi kalau belum merasakan (dan jadi ahlul ma'had) hidup di Pesantren Luhur, gue berani sumpah.


Gambar : Pesantren Luhur, tampak depan

Menarik sekali, gue kali ini mendapat judul “Apakah Metode Disputatio?”. “Nah, loh…!!”, kata hati gue satu minggu yang lalu saat baru tahu kalau gue mendapat jatah judul tersebut di mading Pesantren, untuk dipresentasikan tanggal 4 Desember (kemarin). Apaan Disputatio? Kesan pertama gue tentang judul ini adalah makanan. Gue pikir ini nama sebuah makanan. Tapi buru-buru gue hapus anggapan itu, mana mungkin Abah menghendaki santrinya mempresentasikan suatu jenis makanan saat halaqoh? Sulit dibayangkan.

Gue teringat teman gue, bukan, sebetulnya Paman gue, tapi dia sepantaran dengan gue, jadi enaknya gue sebut teman gue saja, lebih tidak enak lagi kalau gue panggil dia ‘nak, disangka macam-macam nanti sama tetangga, tapi persetan dengan semua itu. Kebetulan dia kuliahnya tentang hal yang aneh-aneh, seperti filsafat atau apa sebangsanya gitu. Kalau gue ‘mah memilih kuliah yang jelas-jelas saja, “Teknik Sipil dan Bangunan”, cukup jelas dan kongkrit, bukan? Tidak ada namanya bangunan yang abstrak atau cuma diangan-angan ‘doank, jadi gampang dipikirkan. Singkat kata, gue akhirnya tanya sama dia lewat email, begini-begini-begini… waktu itu gue baca di mading bukannya Disputatio namun "Diputatio". Besoknya gue buru-buru baca email balasan dari dia,

Gue : dari denologis.
Gue : … ??
Gue : nama apaan sih ini? Bilang saja namanya Daman, kenapa?
Email : He… yang bener tu Disputatio, bukan Diputatio, cari saja di google (googling) wakakakak…
Gue : … !!!
Gue : kamprett… !!! apa nih maksudnya?! Ngajak ribut ini anak.
Bukannya menentramkan jiwa yang sedang kebingungan, malah dia makin membuat gue bingung. Jadilah gue nangkring di Hot-Spot Bastra UB, browsing cari Disputatio sampai malem, beruntung gue tidak diculik para demit pencari cowok imut (baca : item mutlak).

Hari berganti hari, saat gue untuk mempresentasikan judul aneh ini semakin dekat, bahan belum juga di tangan. Akhirnya gue memilih jalan bodoh untuk bertanya sama Doni, dia anak Lampung, agak kurang beres, kapan-kapan saja gue cerita tentang dia.

Gue : Don…
Doni : Apa? (sambil senyum-senyum)
Gue : … (perasaan gue sudah tidak enak)
Gue : kira-kira Disputatio itu apaan ya?
Gue : …!!! (gue seneng ketika matanya menyorotkan keseriusan, sepertinya dia bisa memberi gue petunjuk yang berguna)
Doni : jadi gini, kita lihat saja dari segi bahasanya, kaya’-kaya’nya Diputatio (waktu itu dia belum tahu kalau yang benar adalah Disputatio) itu asalnya dari bahasa Yunani deh, “Di” itu artinya dua dan “Putatio” itu artinya kentang, jadi secara bahasa Diputatio itu adalah dua biji kentang.
Gue : …
Akhirnya gue memilih menyingkir dari dia dan mencari monyet untuk dikawinkan dengan si Doni (baca : sarap) itu.

Setelah melewati proses panjang nan melelahkan, akhirnya gue mendapatkan bahan tentang Disputatio yang akurat dan terpercaya literaturnya, dan akhirnya gue siap untuk maju mempresentasikannya di depan Abah. Pendek kata, gue sangat PeDe kala itu. Dan di bawah ini gue jabarkan isi halaqoh gue tanpa anda perlu mengikuti link-link yang membingungkan.

APA ITU METODE DISPUTATIO?

Kata kunci pada judul ini adalah disputatio, istilah disputatio pertama kali digunakan pada zaman abad pertengahan di Eropa, yang mana digunakan di lingkungan universitas-universitas untuk menyebut sebuah kegiatan dialog antara dosen dan mahasiswa-mahasiswanya. Disputatio sendiri kemudian diserap ke dalam bahasa inggris menjadi dispute yang mempunyai arti membantah atau berdebat, jadi dalam kegiatan disputatio terjadi sebuah dialog yang di dalamnya terdapat perdebatan sehingga menimbulkan sebuah dialog yang hidup. Jadi bisa dikatakan bahwa Disputatio adalah “diskusi dialektik”.

Sejarah dari disputatio itu sendiri tidak lepas dari seorang tokuh filusuf terkenal dari Yunani, Sokrates, yang mana dia adalah penggagas pertama metode dialog atau yang kini disebut metode disputatio. Sokrates hidup di Yunani Kuno sekitar 2500 tahun lalu. Kecendekiaan Sokrates menyebabkan namanya tetap dikenal umum sampai sekarang ini. Dia juga telah menyumbangkan fikirannya yang mana salah satu sumbangan Sokrates yang berdampak besar
di bidang pengetahuan adalah metoda yang kini dikenal sebagai “Metoda Sokrates”.
Gambar : 'nah ini dia yang namanya Sokrates

Pada dasarnya metoda Sokrates cukup sederhana. Pada zamannya, Sokrates mencari kebenaran atau kepalsuan melalui tanya jawab berantai. Tanya jawab seperti inilah yang dikenal sebagai metoda Sokrates. Sokrates berpendapat bahwa orang bijak adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak mengetahui. Mungkin karena tidak mengetahui itulah maka Sokrates berdialog. Ketika filsafat muncul pada zaman Yunani Kuno maka salah satu ciri khas filsafat adalah dialog yang bersumber dari metoda Sokrates itu. Dan ketika filsafat diadopsi oleh berbagai bidang pengetahuan maka sistem dialog ikut digunakan oleh berbagai bidang pengetahuan itu. Metoda Sokrates atau dialog paling sedikit memerlukan dua hal. Pertama, dialog memerlukan bahan untuk didialogkan. Dalam hal ini para filsuf bebas melakukan observasi, berpikir, dan berspekulasi. Spekulasi inilah menjadi bahan untuk dialog. Kedua, dialog memerlukan aturan. Aturan dialog yang mereka gunakan adalah logika.

Universitas zaman pertengahan di Eropa mewajibkan dosen menyelenggarakan dialog seminggu sekali. Mereka menamakan dialog demikian sebagai “disputatio”, istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Thomas Aquino, seorang aktifis gereja di Eropa, yang mana Aquino diilhami oleh Metode Sokrates tersebut. Sebagai bahan disputatio biasanya ada orang yang menempatkan pikirannya. Dalam bahasa Latin kata “tesis” berarti menempatkan atau mendudukkan sehingga kemudian penempatan pikiran untuk disputatio dikenal sebagai tesis. Setelah disputatio, dosen melakukan kompilasi dari pembicaraan pada hasil disputatio. Kompilasi ini dikenal sebagai dubium (jamak : dubia). Dubia dapat digunakan sebagai bahan referensi di dalam universitas. Metoda Sokrates yang menjadi dialog dan selanjutnya menjadi disputatio masih terus digunakan sampai sekarang di dalam universitas dalam bentuk ujian tesis.

Gambar : Thomas Aquino
Kekuatan dialog ini menyebabkan filsafat diadopsi oleh berbagai bidang pengetahuan. Filsafat dengan dialognya digunakan di bidang medik, di bidang pengetahuan alam, dan kemudian di bidang pengetahuan sosial. Bahkan dialog demikian dilengkapi dengan kegiatan empirik untuk penjustifikasian di dalam dialog. Berkat dialog seperti ini terjadilah kemajuan di berbagai pengetahuan ilmiah. Berkat dialog terjadilah perbedaan di antara sofis (orang yang tersesat) dan filsuf serta di antara dukun dan dokter. Konon kisahnya, Metode Sokrates (disputatio) ini berbeda dengan metode pengajaran yang umum kala itu yaitu menggunakan metode Dogmatis. Sebab dari perbedaan ini, maka ilmu pengobatan pada zaman itu pecah menjadi dua. Sebagian ahli pengobatan menggunakan metode dialog (disputatio), sementara sebagian lagi tidak, yaitu menggunakan metode dogmatis. Bidang yang berkembang melalui dialog ini di kemudian hari menjadi ilmu kedokteran. Mereka yang tidak memakai metoda dialog lebih dikenal kini sebagai “dukun”.

Metoda Sokrates berupa dialog kini menjadi inti dari kecendekiaan kita sekarang. Dialog muncul di jurnal ilmiah, di panel diskusi, di seminar ilmiah, dan bahkan diharapkan terjadi di dalam kelas. Agar dialog dapat terjadi, sesuai dengan hakikatnya, diperlukan bahan dan aturan. Aturan berupa logika sudah ada di universitas. Karena itu, yang perlu kita siapkan adalah bahan untuk dialog. Bahan dialog ini diharapkan datang dari para dosen di universitas. Kalau universitas zaman dahulu dapat melakukan dialog seminggu sekali, maka tidak ada salahnya kalau universitas zaman sekarang dapat menyelenggarakan seminar sebulan sekali atau satu semester sekali.

Metoda Sokrates berupa dialog atau disputatio atau diskusi tidak sekadar berguna di bidang pengetahuan ilmiah. Metoda Sokrates dapat juga diterapkan di berbagai bidang di dalam hidup kita termasuk di dalam universitas. Metoda Sokrates dapat diterapkan di dalam perencanaan dan di dalam penyelesaian masalah. Syarat minimalnya cukup dua, yaitu ada bahan dan ada aturan.

Jika dunia pengobatan dapat maju karena menggunakan filsafat dan berdialog, maka bidang pengetahuan lain pun juga demikian. Termasuk di antaranya adalah bidang pendidikan, sehingga lahirlah filsafat pendidikan. Pada dasarnya filsafat pendidikan bercerita tentang dua hal utama. Hal pertama adalah untuk apa orang dididik atau tentang tujuan pendidikan. Hal kedua adalah bagaimana pendidikan itu dilaksanakan atau tentang penyelenggaraan pendidikan. Sebelum zaman Yunani Kuno, tujuan pendidikan cukup sederhana yakni tentang sintas (survival) atau bertahan hidup di dalam dunia. Para orang tua ingin mendidik anak mereka untuk dapat bertahan hidup di dalam dunia. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui peniruan dan pemagangan. Pada zaman Yunani Kuno, pendidikan anak dilaksanakan pada waktu senggang. Dari kata bahasa Yunani “skhole” yang berarti waktu senggang lahirlah kata “sekolah” yang kita kenal sekarang ini.

Filsafat pendidikan bersumber dari Sokrates dan kemudian ke Plato. Namun puncak pemikiran tentang filsafat pendidikan terletak pada Aristoteles. Kalau Sokrates dan Plato memberi tekanan kepada pengetahuan di dalam pendidikan, maka Aristoteles mengangkat kesejahteraan atau kebaikan sebagai tujuan pendidikan. Muncullah kebaikan intelektual serta kebaikan berkegiatan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari judul kali ini adalah bahwa disputatio adalah sebuah metode dialog yang lazim digunakan dalam lingkungan universitas. Yang mana metode ini cukup memerlukan dua syarat, yaitu adanya bahan yang bisa berupa spekulasi-spekulai dan aturannya yaitu logika.

Jadi dari halaqoh gue ini, gue berharap banyak pihak dapat memanfaatkannya dan tidak sampai mengalami nasib seperti gue saat perjuangan mencari bahan daripada Disputatio ini. Dan gue sangat berterimakasih jika ada pihak yang berkenan memberikan komentar kepada gue, karena itu adalah merupakan dorongan buat gue agar gue terus berkemauan untuk berkembang.

Profil Saya

Foto Saya
Saya Haris Pradipta Putra, bekerja di PT. PJB - Badan Pengelola Waduk Cirata/BPWC, di bidang Pemeliharaan Sipil. Terima kasih atas bantuannya dan atas kunjungannya ke blog saya.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons